Minggu, 12 Desember 2010

HoRooorrr

Adi sdg dlm perjlnan ke Jakarta dgn bis mlm. Di tengah perjlnan, bis berhenti di terminal, seorg kakek tua naik & mnawarkan buku2 pd pnumpang.
“Bukunya nak? Ada mcm2 nih. Buku silat, cinta2an, agama, dll”, ujar si kakek.
Adi yg sdg tdk bisa tdr pun tertarik. “Ada buku horor ga kek?”
“Oh suka cerita horor ya? Kebetulan sisa 1. Pas lg ceritanya. Ttg bis yg ditinggali byk arwah pnasaran. Judulnya ‘Bis Malam Penasaran’. Serem bgt pokoknya.”
“Bole jg tuh. Harganya?”
“Rp150.000, nak”
“Wow, mahal bgt, kek”.
“Ya namanya jg buku Best seller. Smua yg baca buku ini kbrnya syok loh wkt baca endingnya”, si kakek promosi ala salesman.
Adi pun mengalah. Entah knp, pd saat ia serahkan uang tersebut ke kakek, tiba2 petir menggelegar. Angin mulai bertiup kencang. Si kakek turun dr bis, namun tiba2 berhenti & menolehkan wajahnya pelan2 ke Adi.
“Nak”, ujarnya lirih, “apa pun yg terjadi, harap jgn buka halaman terakhir. Ingat, apapun yg terjadi. Kalau tdk nanti kamu akan menyesal &saya tdk mau bertanggung jwb.”
Jantung Adi berdegup kencang. Saking takutnya, ia sampai tdk mampu menganggukkan kepala hingga si kakek turun dr bis & menghilang ditelan kegelapan.
Pd saat tengah mlm, Adi selesai membaca slrh buku tersebut. Kecuali halaman terakhir. Dan memang benar spt yg dikatakan si kakek, buku itu bnr2 menegangkan & menyeramkan. Bis melaju kencang, hujan turun deras. Kilat menyambar bergantian, terdengar suara guruh menggelegar. Adi melihat sekeliling & trnyt smua penumpang sdh terlelap. Bulu kuduknya merinding.
“Baca halaman terakhirnya ga ya?”,pikir Adi bimbang. Antara pnasaran & rasa takut berbaur jd 1.Di luar mlm tampak makin gelap. “Ah sdhlah,sekalian aja. Nanggung!”
Dgn tangan gemetar ia pun membuka halaman terakhir buku tersebut secara perlahan.
Dan akhirnya tampak lembaran kosong dgn sepotong tulisan di bagian pojok kanan atas. Sambil menelan ludah,Adi membaca huruf demi huruf yg tercantum:

BIS MALAM PENASARAN
Terbitan CV. Pustaka Buku
Jenis: Horor
Harga Pas: Rp 12.500:'(>:O

Teroris di Kudus

Jumat, 10 Desember 2010, pukul 08.30 WIB, konvoi dua mobil dan sepeda motor pasukan Densus 88 Antiteror menderu ke sebuah rumah berdinding tembok di Desa Bae Pondok, Kecamatan Bae, Kudus, Jawa Tengah. Mereka lalu menyerbu masuk dan menangkap seorang lelaki yang sedang berada di sebuah kamar. Hidup-hidup.
Belakangan diketahui, pria itu adalah buron teroris nomor satu, Abu Tholut alias Mustofa alias Pranata Yudha, alias Imron Baihaki. Para tetangga mengenalnya sebagai ‘Om Yon’, sosok yang ramah dan kerap menyapa.
Penggerebekan berlangsung singkat. Sekitar 30 menit saja. Tak ada adegan adu tembak, hanya terdengar suara gedoran, dan berapa kali tembakan peringatan dari pihak Densus.
“Tak ada perlawanan,” kata Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah, Komisaris Besar Djihartono.
Padahal, saat penangkapan polisi menemukan pistol jenis FN kaliber 9 mm buatan Belgia, dengan delapan peluru bersarang di magasinnya. Juga ditemukan peluru dalam kantong plastik. Total, jumlahnya ada 22 butir.
Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Komisaris Besar Boy Rafly Amar mengatakan, penangkapan ini tidak serta merta. "Sudah diikuti lama, sekitar sebulan di Kudus. Juga, sejak perjalanan di berapa tempat sebelum ditangkap," kata dia di Mabes Polri, Jumat sore kemarin.
Bagi Polri, ini tangkapan besar. Sebab, kata Kombes Boy, “Patut diduga peran yang bersangkutan dalam pergerakan teroris selama ini cukup dalam.”
Ditambahkannya, penangkapan Abu Tholut merupakan pengembangan dari serangkaian penangkapan di Aceh, Medan, dan Jakarta. Informasi tentang Abu Tholut diperoleh ”dari penjelasan beberapa orang yang diperiksa sebagai tersangka atau saksi."
Abu Tholut memang bukan nama baru dalam aksi teror. Ia disebut-sebut menjadi otak perampokan bersenjata terorganisir di Bank CIMB Niaga di Medan, Sumatera Utara. Pria kelahiran Kudus itu berperan sebagai pengendali operasi.
“Mereka mengaku disuruh oleh Mustofa alias Abu Tholut yang sudah divonis 8,5 tahun, mendapat remisi, dan kemudian beraksi lagi,” demikian penjelasan Kapolri ketika itu, Jenderal Bambang Hendarso Danuri.
Abu Tholut adalah teroris yang terlibat dalam kasus bom Atrium Senen, Jakarta, pada 2001 silam. Dia merupakan mantan mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah atau pimpinan wilayah jaringan teroris untuk Aceh dan Sumatera Utara. Tak cuma itu, dia juga diyakini berperan penting dalam pendirian kamp latihan militer jaringan teroris di Pegunungan Jalin, Jantho, Aceh Besar, dan bahkan juga di Filipina.
Karena itu, Abu Tholut merupakan satu dari tiga gembong teroris yang paling dicari aparat--selain Umar Patek (instruktur pelatihan calon teroris) dan Upik Lawanga (ahli perakit bom).
Memberatkan Ba'asyir
Penangkapan Abu Tholut ditanggapi Amir Jama'ah Ansharut Tauhid (JAT), Abu Bakar Ba'asyir. “Abu Tholut ditangkap untuk memberatkan saya, karena dia selalu dikaitkan dengan saya terkait pelatihan di Aceh," kata Ba'asyir dalam keterangan tertulis yang disampaikan oleh orang dekatnya di Jakarta, Jumat, 10 Desember 2010.
Ba'asyir mengakui Abu Tholut dulu merupakan anggota JAT yang dia pimpin. Namun, kata dia, Abu Tholut belakangan tidak aktif lagi dan keluar dari JAT  "karena mempunyai pemikiran yang berbeda."

Pengasuh Pondok Pesantren Ngruki, Solo, Jawa Tengah itu mengatakan dalam JAT, perjuangan tidaklah menggunakan senjata. Sementara itu, Abu Tholut memilih perjuangan bersenjata. "Nah, mungkin dia memiliki pemikiran seperti itu, makanya agak jauh dengan JAT," demikian pernyataan Ba'asyir.

Ba'asyir ditangkap pada 9 Agustus lalu. Dia dituduh merestui dan membiayai kamp pelatihan militer jaringan teroris di Aceh. Berkas Ba'asyir sampai saat ini masih dinyatakan belum lengkap oleh Kejaksaan dan sedang dilengkapi penyidik Polri. Jika tak diperpanjang, masa penahanannya akan berakhir 13 Desember nanti.